Oleh : Kris Tan
Ia seorang asal Wisconsin USA. Namanya unik, ia sering di bully. Bahkan beberapa orang menyarankan ia lebih baik mengganti saja namanya yang cukup aneh itu. Karena namanya diambil dari nama sebuah tanaman yang memabukkan yaitu Ganja (Marijuana) lalu ditambahakan dibelakangnya Pepsi. Sebuah merek minuman bersoda yang dikenal buatan Amerika Serikat.
Namun menurutnya ibu yang selalu meyakinkannya : “Kamu akan membawa nama baikmu keseantero dunia ini’
Bulan lalu ia menerima gelar PhD dalam ilmu kepemimpinan pendidikan tinggi dari Cardinal Stritch University di Wisconsin dengan disertasinya yang berjudul, “Nama-nama orang kulit hitam di ruang kelas kulit putih dalam persepsi guru dan persepsi para siswanya”. Menurut saya disertasinya keren dan sekaligus menjawab terkait dengan dirinya sendiri.
Nama adalah sebuah harapan dari orangtua. Nama saya Kris marga saya Tan jadilah nama saya ‘Kris Tan’, cuma di akte kelahiran saya ada kesalahan teknis maka ditulis menjadi ‘Kristan’ (bersambung antara nama dan marga saya).
Banyak teman-teman saya mengatakan namanya Kristan tapi agamanya Khonghucu. Dan itu kadang menjadi sebuah guyonan yang menarik jika saya berkenalan dengan seseorang.
Nama lahir saya sebenarnya Tan Taiyang artinya Sang Matahari papah saya memberikan nama itu supaya saya bisa berguna seperti sebuah Matahari yang memberikan kehidupan bagi semesta raya.
Cuma karena pemerintah orde baru mengeluarkan Inpres 14/1967 yang melarang istilah Cina, adat istiadat Cina. Papah saya terpaksa memberikan nama Kristan. Tidak ‘nyambung’ sebenarnya. Cuma papah saya bercerita bahwa kenapa diberi nama Kris karena dulu ketika papah saya bekerja sebagai mandor pembangunan Jal Tol Jagorawi tahun 1982 lalu, papah saya memiliki seorang teman bernama Kris, ia berasal dari Ambon, orangnya sangat simpatik, kalem, murah senyum, jarang bicara dan ganteng. Jadi papah saya berharap saya seperti si Kris ketika dewasa nanti yaitu, ganteng, simpatik dan kalem serta murah senyum.
Namun sepertinya papah saya banyak keliru harapannya. Diantara semua yang dilukiskan pada pribadi seorang Kris dari Ambon itu cuma satu yang mirip yaitu murah senyum. Sisanya bertentangan semua. Apalagi soal ganteng sama sekali tidak sesuai harapan. Sebab menurut istri saya, saya tidak ganteng hanya saya terlihat ‘cool’ saja kalo berbicara didepan umum. Mungkin inilah yang membuat istri saya ‘bogoh’ sama saya. Kalau soal ganteng ‘gak lah yah’.
Hanya satu yang membuat papah saya bangga sama saya hari ini. Katanya saya sudah cukup bisa dikatakan seorang anak berbakti menurut tradisi Khonghucu. Kenapa? Karena saya sudah mampu melanjutkan cita-cita mulia orang tua saya yaitu menjaga tradisi dan warisan leluhur kami dengan menjadi aktivis Khonghucu yang selalu memperjuangakan dan mengembangkan tradisi Khonghucu.
Jadi menurut papah saya sudah cukup puaslah dengan karya saya didalam KeKhonghucuan.
Gara-gara orde baru banyak komunitas Indonesia Tionghoa ganti nama, ganti agama, ganti tradisi. Lihat saja papah saya tidak bisa menikah secara Khonghucu karena dipaksa harus memilih 5 agama saja yang diakui oleh pemerintahan orde baru. Akibatnya sampai sekarang akte kelahirannya saya hanya dikutipkan bahwa saya Kristan adalah anak mamah saya saja, tidak ada bapaknya karena dianggap anak luar kawin. Gila kan? Itulah merupakan kejahatan negara terhadap warga negara pada jaman ‘orde bau’ eh salah maksudnya orde baru.
Tapi semua itu berubah setelah Gusdur jadi presiden. Ketika saya menikah tahun 2007 lalu saya dan istri saya sudah boleh mencatatkan pernikahan kami di Kantor Catatan Sipil. Kami menikah secara Khonghucu dan negara mencatatnya dengan baik. Anak saya pun saya beri nama Tan Ailing lalu adiknya bernama Tan Chingling dan adiknya lagi laki-laki bernama Tan Zaoyang.
Yang terpenting dalam doktrin utama Khonghucu ialah dimanapun anda lahir dan dibesarkan maka disanalah anda wajib mengabdi dan memberi kontribusi nyata. Demikainlah semua murid Khonghucu setelah lulus belajarnya maka diwajibkan kembali ke tempat kelahirannya untuk berkontribusi mengembangkan kebajikan membantu seluruh umat manusia.
Anak-anak saya adalah anak-anak Indonesia yang kebetulan keturunan Tionghoa. Mereka akan selalu mengabdi dan berkontribusi bagi Indonesia tercinta. Walaupun namanya nama Tionghoa mereka adalah orang Indonesia, mereka akan meneladani Jhon Lie, Yap Tjwan Bing, Oey Tjoe Tat dan para pahlawan Indonesia lainnya. Hal ini sama dengan Anis Baswedan, Quraish Shihab, dll walaupun mereka pakai nama Arab bukan nama Indonesia namun mereka semua adalah Indonesia.
Nama adalah ‘given’ berkah, kita tidak bisa memilih dimana dan oleh siapa kita dilahirkan. Yang pasti nama kita adalah harapan terbesar orangtua kita. Tanpa orangtua kita bukanlah apa-apa.
Maka dalam tradisi Khonghucu anda tidak akan pernah mencapai Tuhan tanpa berbakti kepada orangtua. Sehingga berbakti adalah proyek yang wajib diselesaikan oleh seorang individu dalam tradisi Khonghucu.
Teori Khonghucu mengatakan ia yang berbakti kepada orangtuanya maka akan berbakti pada negara, dunia dan kemanusiaan. Karena ia akan menjadi individu yang mau menuntut dirinya sendiri dan memegang prinsip “Apa yang diri sendiri tidak inginkan, maka janganlah diberikan kepada orang lain”
Confucius mengatakan “Jangan khawatir jika orang lain tidak mau mengenal dirimu, khawatirlah jika engkau tidak memiliki skill (kecakapan).
Lihat Dr Marijuana Pepsi, ia tidak pernah khawatir namanya aneh atau di bully. Ia hanya berjuang terus belajar menggapai skill yang mumpuni. Lihat buktinya hari ini semua orang memuji Dr. Marijuana Pepsi. Betapa bahagianya ia dan ia juga sungguh telah menjadi anak berbakti membahagiakan orangtuanya yang telah memberinya sebuah nama. Dimana ia buktikan dengan menjadi seorang anak berbakti.
Selamat Dr. Marijuana Pepsi, ‘owe’ sungguh kagum kepada anda
居安备雅
21/5/2570 Anno Confucius