Oleh : Kris Tan
Hari ini Jaya Suprana, sahabat saya mengundang saya untuk jadi Narasumber di acaranya yang bertajuk ‘Jaya Suprana Show’. Ketika menghubungi saya, ia mengatakan ingin belajar banyak soal Khonghucu. Maka dari itu catatan ini saya beri judul ‘Jaya Suprana Belajar Khonghucu’.
Menarik kawan senior kita satu ini. Ia mengatakan ia hanyalah seorang pembelajar dan terus ingin belajar. Saya merasa salut dan kagum dengan semangat belajar ‘suheng’ kita satu ini.
Saya jadi ingat kutipan dari buku Analect Confucius (Lunyu) dimana ada sebuah percakapan antara Confucius dan salah seorang muridnya yang pandai berdiplomasi, Zigong (Cu Kong) namanya : ” Zigong bertanya kepada Confucius, bagaimanakah seorang yang bernama Kong Wenzi dapat sebuah gelar yang disebut ‘Wen’ yang artinya manusia bijaksana yang berbudi luhur dan intelektual? Confucius menjawab: ” Ia (Kong Wenzi) mendapat gelar demikian karena semangat belajarnya yang begitu tinggi. Ia tidak pernah merasa malu bertanya kepada orang yang lebih muda ataupun yang lebih rendah dari jabatannya. Sebab itulah ia mendapat gelar ‘Wen’ alias cendikiawan bijaksana yang berbudi luhur”.
Tanpa bermaksud menyanjung Jaya Suprana berlebihan, menurut saya ia layak dikatakan seperti Kong Wenzi.
Keunikan Jaya Suprana juga mengingatkan saya kepada Auw Yang Hong alias si Racun Barat, ayah angkat Pendekar Yoko dalam Roman karangan Chin Yung yang berjudul ‘Kembalinya Pendekar Rajawali’ a.k.a Sin Tiauw Hiap Lu yang menciptakan jurus Kungfu Kodok. Auw Yang Hong selalu mau belajar dan belajar terus mencari tahu.
Confucius a.k.a Zhisheng Kongzi mengatakan juga kita berhenti belajar ketika nanti ada sebuah gundukan tanah dan ada sebuah batu bertuliskan nama kita disanalah baru kita berhenti belajar. Ia juga mengatakan bahwa “belajar tidak merasa jemu dan mengajar tidak merasa lelah” lebih lanjut ia mengatakan “belajar terus dari tempat rendah ini terus maju menuju tinggi menempuh jalan suci (dao道)”
Banyak diskusi yang kita bahas baik diluar acara ataupun sebelum acara, ia banyak tanya saya jadi tukang jawab.
Sungguh serius ia bertanya kepada saya, ia betul-betul semangat sekali bertanya soal Guan Yu, Qu Yuan, Tionghoa apa Cina, Khonghucu itu agama atau bukan?, bagaimana jalan keselamatan menurut Khonghucu dan lainnya.
Terakhir ia mengatakan sebenarnya saya bisa satu minggu bertanya kepada anda cuma sayang waktu belum berdamai dengan kita berdua. Ia berharap kita akan terus berdiskusi dengan asyik.
Sebenarnya awal perkenalan kami diawali pada saat saya menulis di Rakyat Merdeka Online dimana saya menulis surat terbuka mempertanyakan kepada Presiden Jokowi ketika beliau tidak pernah mau hadir dalam Imlek Nasional MATAKIN. Ia menayakan kontak saya kepada redaksi Rakyat Merdeka, ia menyatakan supportnya kepada saya dan komunitas Khonghucu Indonesia. Ia juga merasa salut ternyata ada juga orang Khonghucu yang ‘berani’ mengungkapkan kekecewaannya kepada khalayak ramai.
Lanjut dari itu kami hampir tiap hari kontak-kontak di WA sambil diskusi soal isu-isu budaya dan kemanusiaan. Singkat cerita ia ingin sekali bertemu muka dengan saya. Maka saya sarankan ia untuk hadir di Imlek Nasional MATAKIN 2570 yang lalu di TMII jadi kita bisa bertemu disana.
Datanglah ia kesana, dengan bantuan Yeli staf Matakin saya minta Yeli memberikan undangan VIP untuk beliau.
Sayangnya pada saat itu waktu saya ke TMII tidak terkejar karena saya ada undangan acara KNPI ditempat lain. Maka proteslah ia saya datang tapi anda malah tidak ada. Saya harus berjumpa dengan anda. Anda berhutang waktu sama saya. Anda harus janji hadir di acara saya nanti untuk menjadi guru saya soal Khonghucu.
Saya meminta maaf atas kesalahan saya dan saya berjanji akan hadir memenuhi undangannya untuk acara Jaya Suprana Show.
Sampailah hari ini, akhirnya rasa bersalah saya bisa mengobati rasa penasaran Jaya Suprana kepada saya.
Ketika saya menulis soal makna hari raya Duan Yang (Peh Cun) di Rakyat Merdeka Online. Jaya Suprana 3 hari kemudian (10 Juni 2019) merespon tulisan saya di media yang sama dengan judul Qu Yuan.
Pada paragraf pertama ia tuliskan begini : “
CENDEKIAWAN muda Magister Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tai Locu kelenteng Hok Tek Bio, Ciampea serta Fellowship 2016-17 King Abdullah Bin Abdul Aziz Interreligious Dialogue merangkap mahaguru pemikiran Khonghucu saya, suhu Tan Tai Yang menjelaskan latar belakang tradisi Peh Cun sebagai berikut:………….
Wow… saya sungguh merasa tersanjung atas pujiannya walaupun saya sebenarnya belum layak dan tidak pantas disebut seorang ‘Maha Guru’ apalagi sama pesohor seperti Jaya Suprana.
Tapi jujur saja hati kecil saya bangga sekali, dalam hati saya tersenyum puas. Karena saya merasa berhasil ‘menggugah Jaya Suprana untuk menulis soal Qu Yuan dalam momentum Peh Cun.
Buat seorang penulis seperti saya adalah suatu kepuasan tersendiri ketika tulisan dan karya saya direspon oleh seseorang. Apalagi oleh seorang ‘Wen’ sehebat Jaya Suprana.
Seperti biasa ketika tulisan saya dimuat dan ditampilkan oleh media saya selalu meminta istri saya membacanya juga. Saat saya katakan lihat tuh, Jaya Suprana aja memuji koko, lalu istri saya sambil ‘menjedingkan’ bibirnya yang menurut saya mirip Mona Ratuliu berkata “dah, belagu, sok hebat lelaguan, makin mangkak dah itu sombong mentang-mentang hebat” melihat itu saya terkekeh saja melihat respon istri saya.
Terima kasih banyak Jaya Suprana, hari ini saya banyak belajar tentang kebijaksanaan dari anda.
居安备雅
16/5/2570 Anno Confucius
Sukses selalu, Tian Bao, Shanzai