Oleh : Kris Tan
Pagi ini saya membuka email dari Mbak Maria salah seorang staff admin teologi Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Jogjakarta. Isinya begini: Pagi pak, perkenalkan saya Maria, bolehkan saya meminta no rekening bapak untuk pemberian honorarium untuk penulisan buku ‘Memperluas Horizon Agama dalam Konteks Indonesia’. Mbak Maria juga minta alamat pengiriman karena ia ingin segera mengirimkan bukunya kepada saya.
Dalam hati saya senang sekali, lumayan pagi-pagi dapat rejeki nomplok. Saya coba-coba mengingat kapan saya menulis buku ini. Perasaan sudah lama sekali. Saya coba mengingatnya, ternyata tahun lalu saya pernah dihubungi oleh teman saya Mbak Jeniffer Pelupessy Wowor, ia teman saya waktu di Davao, Mindanao, Philipina sana. Kami kebetulan sama-sama alumni Mindanao Peace Building Institute (MPI). Kami alumni tahun 2016.
Rupanya Mbak Jeniffer yang merupakan dosen di UKDW, Jogjakarta sedang membantu kolega dikampusnya yaitu pak Wahyu Nugroho dan Pak Kees De Jong yang sedang menyusun buku ‘Memperluas Horizon Agama dalam Konteks Indonesia’. Jadilah saya dikontak untuk ikut berkontribusi pada bab Khonghucu.
Buku itu berisikan tulisan dari para akademisi penggiat ilmu agama-agama yang ada di Indonesia. Seperti yang ditulis dicover belakang buku. Sinopsis bukunya seperti ini :
“Buku ini tidak bermaksud untuk menghasilkan sebuah formulasi definisi agama yang baku dan kaku. Sebaliknya, pembaca diajak untuk menemukan berbagai pandangan tentang agama dari perspektif pemeluk “agama resmi” dan agama lokal yang disajikan oleh setiap penulis.
Hal pertama yang patut menjadi perhatian saat membaca buku ini adalah tidak semua penulis memiliki latar belakang intelektual yang sama.
Beberapa di antara mereka memiliki latar belakang akademis yang kuat (baik sebagai dosen maupun sebagai peneliti) dan beberapa penulis lebih hadir sebagai penganut yang menjelaskan apa yang diyakini dalam agama mereka. Mayoritas penulis adalah insider atau pemeluk agama itu sendiri, namun terdapat juga beberapa penulis yang outsider. Meskipun demikian, yang terakhir ini, tidak perlu diragukan karena tulisan yang mereka merupakan hasil dari proses penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan.
Keberagaman latar belakang penulis tersebut sudah pasti memengaruhi gaya penulisan mereka. Kami sengaja memberikan kebebasan kepada mereka untuk menulis dan menuangkan gagasannya menurut gaya masing-masing.
Dengan tetap memberikan perhatian pada bobot akademis dalam setiap tulisan, para pembaca tetap akan menemukan ungkapan-ungkapan khas dari setiap penulis yang seyogyanya dibaca sebagai bahasa ekspresi pemeluk agama saat menjelaskan tentang apa yang mereka yakini. Hal ini justru menjadi nilai lebih dari buku ini”.
Dalam buku ini saya menulis tentang Khonghucu dalam konteks ‘comparative religions’ alias Studi Perbandingan Agama, dimana saya mencoba menjelaskan Khonghucu dari perspektif tradisi ‘Ibrahimic Religions‘ dan saya banyak terinspirasi dari tulisan almarhum ‘suheng’ saya Rifhael Imam Pratomo Tockary.
Saya suka terbalik-balik jika mengingat Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) dengan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang di Salatiga itu. Saya soalnya pernah di undang menjadi dosen tamu pada 2017 lalu di UKSW Salatiga. Berdiskusi soal ‘Confucianology’ dengan para calon pendeta menjadi pengalaman yang menarik sekali buat saya pada saat itu.
Bagi saya terbitnya buku ini adalah kontribusi besar dari orang-orang Kristen yang berkomitmen memaksimalkan kemanusiaan. Menurut ‘Paman Google’ buku ini terbit pada 10 Februari 2019. Diterbitkan oleh Yayasan Taman Pustaka Kristen Indonesia.
Orang-orang Kristen yang berkarya di bidang ‘interfaith‘ menurut saya orang-orang yang begitu memaknai ajaran Cinta Kasih Jesus dengan murni dan konsekuen. Dimata saya mereka para pejuang Cinta Kasih dan Kemanusiaan. Jesus mungkin akan tersenyum melihat karya mereka karena begitu komitmen menyebarkan Kasih yang menjadi landasan fundamental ajaran Jesus.
Saya kenal baik tokoh-tokoh Kristen yang menjadi sahabat baik. Sebut saja mantan Rektor Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta, Joas Adiprasetya yang kagumi semenjak saya mahasiswa dan baru saya temui lagi ketika berjumpa di Singapura minggu lalu. Ia saya anggap sebagai ‘suheng’ saya sendiri. Tentunya ada juga Jeniffer Wowor, Wahyu Nugroho dan Kees de Jong yang menghubungi saya untuk menulis buku yang kita bahas ini.
Saya akan merekomedasikan buku ini untuk para mahasiswa saya di kampus. Semoga buku ini menjadi buku yang baik untuk kita sesama umat manusia mengenal dengan baik tradisi agama-agama dalam konteks Indonesia. Dengan harapan ‘prejudice‘ dan prasangka buruk karena kurang mengenal satu sama lain dapat direduksi.
Bagi seorang penulis seperti saya, adalah kebahagiaan terbesar jika tulisan kita diterbitkan apalagi ditambah mau dikasih honorarium. Biarpun nilainya tidak seperti honor JK Rowling sang penulis Harry Potter itu.
Mendapat apresiasi adalah momentum terindah bagi orang yang suka menulis. Saya sudah tidak sabar menunggu kiriman buku tersebut ke tangan saya.
Dimata saya buku ini adalah ‘Hadiah Berharga dari orang-orang Kristen’ untuk Kasih dan Kemanusiaan.
Dan tentunya sebentar lagi saya mau ‘mirit’ m-banking saya jika honorarium sudah masuk. Ini seperti ketika waktu kecil dulu kita suka main ‘qiu-qiu’. Betapa indahnya kita tutupi dengan ibu jari, lalu digeser perlahan-lahan sambil terkuak semua itu angka-angka.
Saya mau belikan Ice Cream ke Indomaret di Jalan Cagak sana. Bersama Ailing, Chingling dan Zaoyang.
居安备雅
23/5/2570 Anno Confucius
Wah perlu dicari bukunya, biar bisa ikut sinau…..terima kasih mas Kris Tan
Makasih pak Indro. Salam hormat dari saya
Gw dapat bagianlah ko. Wakwaw. Hehehe
😅